informasi orientasi tenaga kerja



DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................I
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................................II
A.     LATAR BELAKANG.......................................................................................II
B.     RUMUSAN MASALAH..................................................................................III
C.     TUJUAN...........................................................................................................IV
BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN..................................................................................1
B.     PENGERTIAN ORIENTASI MENURUT AHLI.............................2
C.     TUJUAN ORIENTASI PEGAWAI ATAU KARYAWAN..............4
D.    MANFAAT ORIENTASI..................................................................5
E.     KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN ORIENTASI SECARA UMUM...............................................................................................6
1.    KEUNTUNGAN ORIENTASI....................................................6
2.KELEMAHAN ORIENTASI..........................................................7
F.      TAHAP ORIENTASI.........................................................................8   
·         BEBERAPA TAHAP ORIENTASI YANG PENTING DILAKUKAN........................................................................8
G.    BAHAN ORIENTASI KARYAWAN BARU....................................12
H.    PENTINGNYA MANAJEMEN BIROKRASI PROFESIONAL UNTUK MENGATASI KEMUNDURAN BIROKRASI DALAM PELAYANAN PUBLIK.....................................................................14
BAB III
PENUTUP.................................................................................................28
KESIMPULAN.........................................................................................29
DAFTAR ISI.............................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Ketika memulai pekerjaan baru banyak para karyawan yang merasa gugup ketika pertama kali bekerja. Kegugupan hari pertama ini dasarnya bersifat alamiah. namun hal itu dapat mengurangi kepuasan karyawan baru dan kemampuan untuk belajar kerja jika manajer SDM tidak mengantisipasinya lebih dini. Para psikolog mengatakan bahwa kesan awal pertama adalah begitu kuatnya dan wajar wajar saja karena karyawan baru masih memiliki sesuatu yang sedikit, seperti pengetahuan, dan pengalaman kerja serta untuk melakukan penilaian diri. Hal ini sangat tergantung pada keinginan kuat karyawan untuk mengetahui segala sesuatu tentang perusahaan. untuk membantu karyawan menjadi anggota yang puas dan produktif, manajer dan departemen SDM harus membuat kesan awal tersebut menjadi sesuatu yang menyenangkan para karyawan baru, jadi jangan menimbulkan kesan bahwa yang paling membutuhkan di perusahaan adalah karyawan dan perusahaan.
Sekali proses seleksi telah diputuskan, para manajer dan departemen SDM hendaknya membantu karyawan baru tersebut untuk merasa cocok dengan lingkungannya. Mengapa? karena sejak hari pertama, pendatang baru sudah masuk ke proses Investasi SDM. Mereka perlu disiapkan sejak awal agar nantinya mampu melakukan sesuatu tugas yang dibebankan perusahaan kepada mereka dengan baik. untuk membantu pendatang baru agar mereka merasa cocok, program orientasi dan sosialisasi akan membuat mereka familiar antara lain dengan peran peranya, perusahaan, kebijakan kebijakan dankaryawan lainnya.






B.                Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam makalah ini seperti :
1.                  Apa arti dari orientasi karyawan dan tujuan orientasi karyawan?
2.                  Apa arti dari penempatan kerja?
3.                  Faktor apa saja yang mempengaruhi penempatan kerja?


C.                Tujuan

1.                   Mengetahui arti dari orientasi karyawan dan tujuan orientasi
karyawan.
2.                   Mengetahui arti dari penempatan kerja.
3.                   Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi penempatan kerja.



BAB II
PEMBAHASAN DAN ISI
A.    PENGERTIAN ORIENTASI
Orientasi adalah program yang dirancang untuk menolong karyawan baru (yang lulus seleksi) mengenal pekerjaan dan perusahaan tempatnya bekerja. Program orientasi sering juga disebut dengan induksi. Yakni memperkenalkan para karyawan dengan peranan atau kedudukan mereka, dengan organisasi dan dengan karyawan lain. Orientasi dilaksanakan karena semua pegawai baru membutuhkan waktu untuk dapat menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan kerjanya yang baru.
Orientasi berarti penyediaan informasi dasar berkenaan dengan perusahaan bagi pegawai baru, yaitu informasi yang mereka perlukan untuk melaksanakan pekerjaan secara memuaskan. Informasi dasar ini mencakup fakta-fakta seperti jam kerja, cara memperoleh kartu pengenal, cara pembayaran gaji dan orang-orang yang akan bekerja sama dengannya. Orientasi pada dasarnya merupakan salah satu komponen proses sosialisasi pegawai baru, yaitu suatu proses penanaman sikap, standar, nilai, dan pola perilaku yang berlaku dalam perusahaan kepada pegawai baru.
Orientasi memberikan informasi kepada karyawan baru mengenai latar belakang tentang perusahaan & pekerjaan. Pada intinya orientasi adalah proses sosialisasi karyawan baru terhadap pimpinan perusahaan. Sosialisasi adalah proses penanaman dalam diri karyawan tentang sikap, standar, nilai-nilai, dan pola perilaku yang diharapkan oleh organisasi dan departemen. Program orientasi dimulai dari pengenalan informal yang singkat sampai program formal yang panjang. Biasanya karyawan diberikan buku panduan tentang jam kerja, penilaian kinerja, pembayaran gaji, dan liburan/cuti.


B.     PENGERTIAN ORIENTASI MENURUT AHLI
Berikut pengertian orientasi menurut beberapa ahli :
1.Marihot Tua Efendi Hariandja mendefinisikan orientasi dengan suatu program untuk memperkenalkan pegawai baru pada peran-peran mereka, organisasi, kebijaksanaan-kebijaksanaan, nilai-nilai, keyakinann-keyakinan dan pada rekan kerja mereka.Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh departemen sumber daya manusia dan atasan langsung dari pegawai tersebut untuk mensosialisasikan nilai-nilai organsiasi pada pegawai baru. 
2. Gary Dessler menyebut orientasi dengan memberikan informasi mengenai latar belakang kepada karyawan baru yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan secara memuaskan, seperti informasi perusahaan.Program ini bisa dimulai dari perkenalan singkat secara informal atau dengan kursus formal yang panjang. 
3.Susilo Martoyo, Orientasi adalah memperkenalkan para karyawan baru dengan peranan atau kedudukan mereka, dengan organisasi dan dengan para karyawan lain. 
4.Ingham (1970): the concept formed the basis for the harmonious view of industrial relations in the small firm as orientation to work was said to cause individual self-selection to the small firm sector. Yang kurang lebih memiliki arti: sikap dan tingkah laku karyawan, merupakan suatu konsep yang dapat menciptakan harmoni dalam bekerja dan sehingga dapat menyebabkan peningkatan kinerja karyawan secara individu dalam sebuah perusahaan
5.Goldthorpe (1968) : orientation to work adalah arti sebuah pekerjaan terhadap seorang individu, berdasarkan harapannya yang diwujudkan dalam pekerjaannya.
Tenaga kerja merupakan penc duduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja
Program orientasi karyawan baru adalah  program  yang bertujuan  memperkenalkan  tentang  kehidupan sosial, budaya, dan lingkungan kerja di sekitar tempat kerja.
Point penting yang disampaikan kepada  karyawan baru tersebut adalah  pengenalan tentang letak georgrafis Batam, Budaya, Sosial Ekonomi, infra struktur, Fasilitas umum (Olaharaga, keagamaan,  kemasyarakatan). Peraturan tentang kehidupan di lingkungan dormitory, motivasi kerja.
Setelah memperkerjakan para karyawan, perusahaan menyelenggarakan program orientasi formal. Berdasarkan yang ada,
orientasi biasanya diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1.           Orientasi organisasi, adalah memberitahu karyawan mengenai tujuan, riwayat, filosofi, prosedur dan pengaturan organisasi tersebut. Itu harus mencakup tunjangan kebijakan dan tunjangan SDM yang relevan seperti jam kerja, prosedur penggajian tuntutan lembur dan tunjangan.
2.           Orientasi unit kerja, adalah mengakrabkan karyawan itu dengan sasaran unit kerja tersebut, memperjelas bagaimana pekerjaannya menyumbang pada sasaran unit itu dan mencakup perkenalan dengan rekan-rekan kerja barunya.
C. TUJUAN ORIENTASI PEGAWAI ATAU KARYAWAN

Program Orientasi Karyawan Baru bertujuan untuk :
1.      Menyiapkan mental bagi karyawan baru dalam menghadapi peralihan suasana dari lingkungan pendidikan ke dunia kerja yang nyata
2.      Menghilangkan hambatan psikologis dalam memasuki kelompok yang baru
3.      Mengenal secara singkat lingkungan pekerjaan yang baru
4.      Tujuan orientasi menurut Moekijat (1991:94) adalah sebagai berikut :
5.      Memperkenalkan pegawai baru dengan perusahaan
6.      Menghindarkan adanya kekacauan yang mungkin disebabkan oleh seorang pekerja baru ketika diserahi pekerjaan baru
7.      Memberi kesempatan pada pegawai untuk menanyakan masalah tentang pekerjaan mereka yang baru
8.      Menghemat waktu dan tenaga pegawai dengan memeberitahukan kepada mereka ke mana harus meminta keterangan atau bantuan dalam menyelesaikan masalah yang mungkin timbul
9.      Menerangkan peraturan dan ketentuan perusahaan sedemikian rupa sehingga pegawai baru dapat menghindarkan rintangan atau tindakan hukuman yang akan terjadi karena pelanggaran peraturan yang tidak mereka ketahui
10.  Memberikan pengertian kepada pegawai baru bahwa mereka adalah bagian yang penting di dalam sebuah organisasi

Orientasi yang efektif akan mencapai beberapa tujuan utama:
1.           Membentuk kesan yang menguntungkan pada karyawan dari organisasi dan pekerjaan.
2.           Menyampaikan informasi mengenai organisasi dan pekerjaan.
3.           Meningkatkan penerimaan antarpribadi oleh rekan-rekan kerja.
4.           Mempercepat sosialisasi dan integrasi karyawan baru ke dalam organisasi.
5.           Memastikan bahwa kinerja dan produktivitas karyawan dimulai lebih cepat.
6.           Usaha-usaha orientasi mengenai organisasi dan pekerjaan.
7.           Meningkatkan penerimaan antarpribadi oleh rekan-rekan kerja.
8.           Mempercepat sosialisasi dan integrasi karyawan baru ke dalam organisasi.
9.           Memastikan bahwa kinerja dan produktivitas karyawan dimulai lebih cepat.

D.  MANFAAT ORIENTASI

1.    Manfaat Orientasi
a)      Mengurangi perasaan diasingkan, kecemasan, dan kebimbangan pegawai.
b)      Dalam waktu yang singkat dapat merasa menjadi bagian dari organisasi.
c)       Hasil lain untuk pegawai yang baru diorientasikan adalah Cukup baik
d)     Tingkat ketergantungannya kecil
e)       Kecenderungan untuk keluar juga kecil
f)       Selanjutnya, program orientasi juga akan mempercepat proses sosialisasi

2.        Dampak Orientasi                 
(Dikutip dari Academic of Management Journal : George F. Dreker, 1971), yaitu :
       a. turnover (keluar masuknya pegawai)
       b. productivity 







E.     KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN ORIENTASI SECARA UMUM

1.    KEUNTUNGAN ORIENTASI
Usaha-usaha orientasi yang efektif juga berkontribusi terhadap keberhasilan jangka pendek dan jangka panjang.Praktik SDM sebagai berikut mengandung saran-saran mengenai bagaimana membuat orientasi karyawan lebih efektif.Beberapa studi penelitian dan survei atas pemberi kerja melaporkan bahwa sosialisasi dari karyawan-karyawan baru dan komitmen awal merka pada perusahaan secara positif dipengaruhi oleh orientasi. Sosialisasi ini meningkatkan “kecocokan antara orang-organisasi”, yang juga menguatkan pandangan- pandangan positif terhadap pekerjaan, rekan kerja, dan organisasi, para pemberi kerja telah menemukan nilai dari orientasi bahwa tingkat retensi karyawan akan lebih tinggi jika karyawan-karyawan baru menerima orientasi yang efektif.
Bentuk pelatihan ini juga berkontribusi pada kinerja organisasional secara keseluruhan ketika para karyawan lebih cepat merasa sebagai bagian dari organisasi dan dapat mulai berkontribusi dalam usaha-usaha kerja organisasional.
            Satu cara untuk mengembangkan efisiensi dari orientasi adalah melalui penggunaan orientasi elektronik. Sejumlah pemberi kerja menempatkan informasi orientasi karyawan umum pada intranet atau situs Web perusahaan. Para karyawan baru dapat masuk ke dalam sistem dan mendapatkan banyak materi umum mengenai sejarah perusahaan, struktur, produk dan jasa, pernyataan misi, dan informasi latar belakang lainnya, dan tidak harus duduk di ruang kelas dimana informasi tersebut disampaikan secara pribadi atau dengan video.
Kemudian, pertanyaan dan soal yang lebih spesifik dapat ditangani oleh staf SDM dan lainnya setelah para karyawan meninjau informasi-informasi berbasis Web tersebut.Sayangnya banyak sesi orientasi karyawan baru dirasakan sebagai hal yang membosankan, tidak relevan, dan pemborosan waktu oleh karyawan, supervisor, dan manajer departemen mereka.

2.KELEMAHAN ORIENTASI

            Kelemahan umum dari program orientasi adalah pada level supervisor. Walaupun bagian kepegawaian telah merancang program orientasi secara efeketif dan juga melatih para supervisor tentang cara bagaimana melakukan orientasi pada bidangnya, namun seringkali mengalami kegagalan.Untuk dapat menghindarkan kesalahan umum yang dilakukan oleh para supervisor, sebaiknya bagian kepegawaian menyediakan satu pedoman yang berisikan tentang apa-apa yang seharusnya dilakukan oleh supervisor dalam program orientasi tersebut. Cara lain yang dapat dilakukan adalah buddy system. Yaitu dengan menetapkan satu orang pekerja yang telah berpengalaman dan meminta kepadanya mengajak pegawai baru tersebut.

HAL-HAL YANG DIPERHATIKAN DAN HAL-HAL YANG DIHINDARI DALAM ORIENTASI
·         Orientasi haruslah bermula dengan jenis informasi yang relevan dan segera untuk dilanjutkan dengan kebijakan-kebijakan yang lebih umum tentang organisasi. Orientasi haruslah berlangsung dalam kecepatan yang membuat karyawan baru tetap merasa nyaman.
·         Bagian paling signifikan adalah sisi manusianya, memberikan pengetahuan kepada karyawan baru tentang seperti apa para penyelia dan rekan kerjanya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai standar kerja yang efektif, dan mendorong mereka mencari bantuan dan saran ketika dibutuhkan
·         Karyawan-karyawan baru sepatutnya didorong dan diarahkan dalam lingkungannya oleh karyawan atau penyelia yang berpengalaman sehingga dapat menjawab semua pertanyaan dan dapat segera dihubungi selama periode induksi
·         Karyawan baru hendaknya secara perlahan diperkenalkan dengan rekan kerja mereka
Karyawan baru hendaknya diberikan waktu yang cukup untuk mandiri sebelum tuntutan pekerjaan mereka meningkat

Hal-hal yang perlu dihindari dalam orientasi antara lain:
a)      Penekanan pada kertas kerja
Karyawan baru biasanya hanya diberikan sambutan sepintas lalu mengisis formulir yang dibutuhkan oleh HRD kemudian diserahkan langsung kepada penyelia, hal ini dapat mengakibatkan mereka tidak sebagai bagian dari perusahaan
b)      Tinjauan yang kurang lengkap mengenai dasar-dasar pekerjaan
c)      Suatu orientasi yang cepat dan dangkal dan langsung ditempatkan pada pekerjaan. Hal ini dapat menyebabkan stres.
d)     Tugas pertama karyawan baru yang tidak signifikan Yaitu pekerjaan yang sanagt mendasar dan sangat mudah, hal ini dapat mengakibatkan pegawai baru merasa bukan bagian yang penting dalam organisasi.
e)      Memberikan informasi yang terlalu cepat
f)       Proses orientasi yang terlalu banyak dan penyampaian yang terlalu cepat dapat mengakibatkan karyawan baru mati lemas.






F.     TAHAP ORIENTASI
BEBERAPA TAHAP ORIENTASI YANG PENTING DILAKUKAN
1.      Perkenalan
            Memperkenalkan pegawai baru, mulai dari unit kerjanya sendiri sampai unit kerja besarnya dan sampai unit-unit kerja terkait lainnya, akan memberikan ketenangan dan kenyamanan si pegawai, karena dia merasa diterima di lingkungannya dan hal tersebut akan mempermudah dia untuk bertanya jika ada hal-hal yang kurang jelas, bahkan dapat membina kerja sama dengan yang lain dalam rangka menjalankan tugasnya.
2.      Penjelasan Tujuan Perusahaan
            Dengan menjelaskan profil perusahaan secara lengkap seperti visi, misi, nilai-nilai, budaya perusahaan dan struktur organisasi, akan membuat pegawai baru lebih mengenal perusahaan tersebut, sehingga akan membangkitkan motivasi dan kemampuan dia untuk mendukung tujuan perusahaan.
3.      Sosialisasi Kebijakan
            Perlu adanya sosialisasi tentang kebijakan perusahaan yang berlaku, mulai dari kebijakan baik yang terkait dengan Sumber Daya Manusia seperti Reward, Career, Training, Hubungan Kepegawaian, Penilaian Pegawai, sampai Termination, juga yang terkait dengan unit kerja tempat dia bekerja, demikian juga tentang kode etik dan peraturan perusahaan. Dengan demikian akan memperjelas hal-hal yang perlu ditaati dan dijalankan dalam memperlancar tugas kerjanya.
4.      Jalur Komunikasi
            Membuka jalur komunikasi akan mempermudah pegawai baru menyampaikan aspirasinya maupun pertanyaan-pertanyaannya. Untuk itu perlu dibukanya ruang komunikasi bagi pegawai baru, baik melalui komunikasi rutin melalui tatap muka seperti meeting rutin, friday session dll, juga dibukanya jalur media komunikasi seperti email maupun telephone.
5.      Proses Monitoring
            Tentunya pada awal bekerja, si pegawai baru sudah disosialisasikan target kerja yang harus dicapai. Perlu adanya monitor rutin akan hasil kerjanya, sehingga akan membantu pegawai tersebut lebih lagi meningkatkan kinerjanya. Jika ada kekurangan, maka dapat disampaikan hal-hal yang perlu dia lakukan untuk mengatasi kekurangan tersebut. Demikian juga jika ternyata pegawai tersebut berhasil mencapai target yang lebih, maka dapat ditingkatkan lagi target kerjanya.
Dengan adanya orientasi pegawai baru tersebut diharapkan dapat membantu pegawai dapat bekerja dengan baik, yang dapat meningkatkan produktivitas kerjanya, yang pada akhirnya akan mendukung pencapaian tujuan perusahaan.
Hasil yang dicapai dengan program orientasi pertama ini adalah
·         Tingkat kecemasan pegawai baru meningkat
·         Kemampuan untuk mempelajari hal-hal yang baru menjadi sangat renda
·         Bahkan banyak yang tidak kembali lagi setelah makan siang
·         Ada juga yang tidak mengambil upahnya hari itu
·         Kejadian kedua, bagian personalia mulai melakukan reaksi terhadap apa yang  terjadi, seperti berikut:
1)      Mulai merekrut pegawai lain dan juga melakukan penelitian tentang sebab terjadinya hal-hal seperti pada program orientasi pertama tadi
2)      Diadakan perpanjangan waktu
3)      Pada pagi hari diberi informasi tentang banyak hal, misalnya struktur, tujuan jangka panjang perusahaan, dan hal-hal lain yang sifatnya umum.
4)      Penjelasan dilakukan dan waktunya sekitar dua jam.
5)      Kemudia mereka diberi formulir (kalau bekerja disini apa yang mereka harapkan)
6)      Sasarannya menciptakan sikap positif dari para pegawai baru tersebut terhadap “Texas Instruments”
7)      Sebelum makan siang mereka diperkenalkan pada supervisor dan bersama dengan pegawai baru tersebut mereka makan bersama
8)      Setelah itu supervisor baru memperkenalkan kepada pegawai lama dari masing-masing unit kerja, juga kepada pegawai di Assembly Lines
Dari dua kejadian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
pada program orientasi singkat :
·         tingkat kecemasan meningkat sehingga kemampuan melakukan sesuatu berkurang, sehingga pegawai merasa tidak mampu dan keluar
·         Pada program orientasi yang relatif lama :
tingkat kecemasan mulai diredakan melalui berbagai kegiatan, sehingga tingkat kemampuan pegawai menjadi semakin baik dan keinginan untuk keluar pun menjadi berkurang.

Pendekatan orientasi yang patut dihindari adalah:
·         Penekanan pada kertas kerja. Setelah mengisi berbagai barang yang dibutuhkan oleh departemen sumber daya manusia, para karyawan baru diberikan sambutan sepintas lalu. Selanjutnya mereka diarahkan kepada penyelianya langsung. Kemungkinan hasilnya: kalangan karyawan baru tidak merasa sebagai bagian dari perusahaan.
·           Telaah yang kurang lengkap mengenai dasar-dasar pekerjaan. Suatu orientasi yang cepat dan dangkal, dan para karyawan baru langsung
ditempatkan di pekerjaan tenggelam ataupun mengap-mengap.
·         Tugas-tugas pertama karyawan baru tidak signifikan, dimaksudkan untuk
mengajarkan pekerjaan “mulai dari dasar sekali”.
·         Memberikan terlampau banyak informasi secara cepat merupakan suatu
keinginan yang baik, namun menjadi pendekatan yang mencelakakan,
menyebabkan para karyawan baru merasa kewalahan dan “mati lemas”

G.    BAHAN ORIENTASI KARYAWAN BARU

Training untuk pengenalan profil Perusahaan
·         Sejarah Perusahaan
·         Norma & tradisi Perusahaan
·         Kebijakan perusahaan
·         Deskripsi produk dan jasa yang dihasilkan
·         Struktur, Otoritas & Tanggung Jawab 
·         Standar Operation Procedure perusahaan dan bagian tertentu yang relevan
·         Iklim kerja termasuk hubungan dengan sesama karyawan & atasan
·         Peraturan Perusahaan dan hal-hal penting lainnya: 
·         Disiplin & tata tertib
·         Prosedur penggajian
·         Transportasi dari dan ke perusahaan 
·         Jam masuk & pulang kantor
Orientasi industry
1.      Industri berorientasi pada pasar (market oriented industri), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.
2.      Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industri), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya.
3.      Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industri), yaitu industri yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
4.      Industri berorientasi pada bahan baku (Raw Material oriented), yaitu industri yang didirikan di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.
5.      Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industri), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.













PENTINGNYA MANAJEMEN BIROKRASI PROFESIONAL UNTUK MENGATASI KEMUNDURAN BIROKRASI DALAM PELAYANAN PUBLIK

            Kecenderungan birokrasi dan birokratisasi pada masyarakat modern benar-benar dipandang memprihatinkan, sehingga digambarkan adanya ramalan mengenai makin menggejalanya dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang paling rasionalpun, tidak bisa lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melainkan justru merupakan pertanda malapetaka dan bencana baru yang menakutkan (Blau dan Meyer, 2000: 3).
Siagian (1994), misalnya, mengakui adanya patologi birokrasi. Hal itu dicirikan oleh kecenderungan patologi karena persepsi, perilaku dan gaya manajerial, masalah pengetahuan dan ketrampilan, tindakan melanggar hukum, keperilakuan, dan adanya situasi internal. Demikian juga Kartasasmita (1995) menyebutkan, bahwa birokrasi memiliki kecenderungan mengutamakan kepentingan sendiri (self serving), mempertahankan statusquo dan resisten terhadap perubahan, dan memusatkan kekuasaan.Hal inilah yang kemudian memunculkan kesan bahwa birokrasi cenderung lebih mementingkan prosedur daripada substansi, lamban dan menghambat kemajuan.
            Menurut Islamy (1998:8), birokrasi di kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia cenderung bersifat patrimonialistik : tidak efesien, tidak efektif (over consuming and under producing), tidak obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif dan represif.

            Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hasil penelitian (Santoso, 1993; Thaba, 1996; Fatah, 1998), bahwa birokrasi di Indonesia ada kecenderungan berkembang kearah “parkinsonian”, dimana terjadinya proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali.
            Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, terdapat pula kecenderungann terjadinya birokrasi “orwellian” yakni proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi.

Akibatnya, birokrasi Indonesia semakin membesar (big bureaucracy) dan cenderung tidak efektif dan tidak efesien.Pada kondisi yang demikian, sangat sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu melaksanakan kewenangan-kewenangan barunya secara optimal.Meskipun sudah menjadi gejala yang sangat umum, ternyata pada setiap konteks sistem budaya masyarakat, secara empirik birokrasi dan birokratisasi terlihat dalam pola perilaku yang beragam.Gejala demikian menunjukkan bahwa birokrasi dan birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk idealnya.

Beberapa alasan, mengapa bentuk ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek kerjanya antara lain:
a)      Pertama, manusia birokrasi tidak selalu berada (exist) hanya untuk organisasi.
b)      Kedua, birokrasi sendiri tidak kebal terhadap perubahan sosial.
c)      Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua orang.
d)     Keempat, dalam kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.

            Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator birokrasi lebih berjaya hidup di dunia barat daripada di dunia timur.Hal ini dapat dipahami, karena di dunia barat birokrasi telah berkembang selama beberapa abad.Suatu misal pada abad pertengahan dan seterusnya, perkembangan birokrasi semakin dipacu dan di dukung oleh masyarakat industri.

            Oleh karena rasionalitas birokrasi cenderung berhubungan dengan gejala industrialisasi, maka banyak negara yang bercita-cita menjadi masyarakatnya menjadi masyarakat industri dan mengadopsi model birokrasi rasional di dalamnya.Namun demikian, bagi masyarakat yang sedang berkembang tidak semua kemanfaatan birokrasi rasional dapat dipetik dan dirasakan.Apalagi birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat mengikuti dan memenuhi tuntutan pembangunan dan perkembangan masyarakatnya.
            Sebagai contoh, Islamy (1998:7) menyebutkan adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang dikenal dengan istilah organizational slack yang ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan yang diberikannya.

Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya.

            Menurut Islamy (1998:7), terdapat pelbagai faktor yang menyebabkan birokrasi publik mengalami organizational slack yaitu antara lain pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang sempit, penguasaan terhadap administrative engineering yang tidak memadai, dan semakin bertambah gemuknya unit-unit birokrasi publik yang tidak difasilitasi dengan 3P (personalia, peralatan dan penganggaran) yang cukup dan handal (viable bureaucratic infrastructure). Akibatnya, aparat birokrasi publik menjadi lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin, tidak responsif terhadap aspirasi dan kepentingan publik serta lemah beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya.Sebagai konsekuensinya, perlu dipertanyakan mengenai posisi aparat pelayanan ketika berhadapan dengan masyarakat atau kliennya.
Guna merespon kesan buruk birokrasi seperti itu, birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain :
1)                       birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan;
2)                       birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat);
3)                       birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu;
4)                       birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan;
5)                       birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.
Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi.
             Sebab, dengan struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam kontek persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherency).
            Oleh karena itu, untuk merealisasikan kriteria ini Pemerintah sudah seharusnya segera menyediakan dan mempersiapkan tenaga kerja birokrasi professional yang mampu menguasai teknik-teknik manajemen pemerintahan yang tidak hanya berorientasi pada peraturan (rule oriented) tetapi juga pada pencapaian tujuan (goal oriented).

            Menurut Johnson (1991:16) istilah professional dan professionalisasi,
A.    Pertama, dipergunakan untuk menunjuk pada perubahan besar dalam struktur pekerjaan, dengan jumlah pekerjaan-pekerjaan professional, atau bahkan pekerjaan-pekerjaan halus (white collar jobs) yang meningkat secara relative dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya,baik sebagai akibat perluasan kelompok pekerjaan yang sudah ada ataupun sebagai akibat munculnya pekerjaan-pekerjaan baru di bidang jasa.

B.     Kedua, dipergunakan dalam arti yang hampir sama dengan peningkatan jumlah asosiasi pekerjaan yang mengupayakan adanya pengaturan rekrutmen dan praktek dalam bidang pekerjaan tertentu.
C.     Ketiga, memandang professionalisasi sebagai suatu proses yang jauh lebih rumit yang menunjuk pada suatu pekerjaan dengan sejumlah atribut prinsip-prinsip professional yang merupakan unsur-unsur pokok profesionalisme.

D.    Keempat, menunjuk pada suatu proses dengan urutan yang tetap, yaitu suatu pekerjaan dengan tahap-tahap perubahan organisatoris yang dapat diramalkan menuju bentuk akhir profesionalisme.
            Dengan demikian, manajemen strategi pelayanan publik yang profesional harus lebih berorientasi pada paradigma goal governance yang didasarkan pada pendekatan manajemen baru baik secara teoritis maupun praktis. Sekaligus, paradigma goal governance ini diharapkan mampu menghilangkan praktek-praktek birokrasi Weberian yang negative seperti struktur birokrasi yang hierarkhikal yang menghasilkan biaya operasional lebih mahal (high cost economy) daripada keuntungan yang diperolehnya, merajalelanya red tape, rendahnya inisiatif dan kreativitas aparat, tumbuhnya budaya mediokratis (sebagai lawan dari budaya meritokratis) dan in-efesiensi.
Substansi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu.Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena senantiasa berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang memiliki keaneka ragaman kepentingan dan tujuan.
Oleh karena itu institusi pelayanan publik dapat dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah.Jika pemerintah, maka organisasi birokrasi pemerintahan merupakan organisasi garis terdepan (street level bureaucracy) yang berhubungan dengan pelayanan publik. Dan jika non-pemerintah, maka dapat berbentuk organisasi partai politik, organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan yang lain. Siapapun bentuk institusi pelayanananya, maka yang terpenting adalah bagaimana memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya.
            Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program-program pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah.Tetapi dalam kenyataannya, birokrasi yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan tersebut, seringkali diartikulasikan berbeda oleh masyarakat. Birokrasi di dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik) diberi kesan adanya proses panjang dan berbelit-belit apabila masyarakat menyelesaikan urusannya berkaitan dengan pelayanan aparatur pemerintahan .Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra negatif yang tidak menguntungkan bagi perkembangan birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal pelayanan publik).
Strategi manajemen birokrasi profesional dalam pelayanan publik ini ditandai dengan beberapa karakteristik antara lain:
1)      Pertama, perubahan yang besar pada orientasi administrasi negara tradisional menuju ke perhatian yang lebih besar pada pencapaian hasil dan pertanggung jawaban pribadi pimpinan.
2)      Kedua, keinginan untuk keluar dari birokrasi klasik dan menjadikan organisasi, pegawai, masa pengabdian dan kondisi pekerjaan yang lebih luwes.
3)      Ketiga, tujuan organisasi dan individu pegawai disusun secara jelas sehingga memungkinkan dibuatkannya tolok ukur prestasi lewat indikator kinerjanya masing-masing, termasuk pula sistem evaluasi program-programnya.
4)      Keempat, staf pimpinan yang senior dapat memiliki komitmen politik kepada pemerintah yang ada, dan dapat pula bersikap non partisan dan netral.
5)      Kelima, fungsi-fungsi pemerintah bisa dinilai lewat uji pasar (market test) seperti misalnya dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus disediakan atau ditangani sendiri oleh pemerintah.
6)      Keenam, mengurangi peran-peran pemerintah misalnya lewat kegiatan privatisasi.
7)      Ketujuh, birokrasi harus steril dari akomodasi politik yang menghambat efektivitas pemerintahan.
8)      Kedelapan, rekruitmen dan penempatan pejabat birokrasi yang bebas dari kolusi, korupsi dan nepotism.

Penerapan pendekatan manajemen profesional pada sektor publik ini telah banyak disuarakan oleh para pakar dengan berbagai label, misalnya dengan nama “managerialism” oleh Pollitt (1990), “new public management” oleh Hood (1991), “market based public administration” oleh Lan dan Rosenbloom (1992), dan “ entrepreneurial government/ Reinventing Government” oleh Osborn dan Gaebler (1992). Apapun label yang dipergunakan, yang jelas pendekatan manajemen profesional ini telah merubah orientasi fokus peran dan fungsi birokrasi dalam pemerintahan yang semula lebih mementingkan “process” menuju ke “product”, atau dari “ rule governance” menuju ke “goal governance”.

Tetapi perlu diingat, bahwa dalam perdebatan teoritis dari kedua kutub orientasi ini, baik rule governance maupun goal governance memiliki segi kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Kelemahan rule governance, misalnya, dianggap mempunyai penerapan peraturan yang kaku, bercirikan struktural hierarkhikal, pengawasan yang ketat, bersifat impersonal,dan sebagainya, sehingga menjadikan birokrasi sebagai “mesin rasional” yang menciptakan perilaku aparat yang formal dan robotic yang kurang peka terhadap terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan sosialnya.

Akibat dari struktur birokrasi yang terlalu rasional bisa menimbulkan hal-hal yang sifatnya dis-fungsional, in-efesiensi dan bahkan konflik dengan masyarakat yang dilayani karena sifat impersonal aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya.

Demikian pula, aturan-aturan (rules) sebagai sarana untuk mencapai tujuan seringkali berubah menjadi tujuan itu sendiri.Segi kelebihannya, menunjukkan semakin tingginya tertib administrasi yang dicapai oleh birokrasi publik.

            Adapun kelebihan goal governance yaitu meletakkan fokus utamanya pada “the achievement of result and taking individual responsibility for their achievement”.Tetapi ia juga memiliki kelemahan apabila prinsip-prinsip manajemen baru itu hendak diterapkan di sektor publik.
            Misalnya, sampai sekarang masih terjadi diskursus yang seru terhadap 10 prinsip dalam entrepreneurial government-nya Osborn dan Gaebler (1992) yang mereka kemukakan dalam uraian yang sangat provokatif yaitu Reinventing Government.
            Konsep pemerintahan entrepreneur Osborn dan Gaebler yang mencoba menemukan nilai-nilai baru (re-inventing) di bidang pemerintahan ternyata menurut Painter (1994) mempunyai kekuatan dan sekaligus kelemahan. Kritik Painter terhadap konsep pemerintahan entrepreneur adalah bahwa ia terlalu bias pada “ new administrative values” yang lebih banyak menitik beratkan pada orientasi goal governance dengan meminggirkan nilai-nilai administrasi klasik yang sebenarnya masih potensial yang berbasis pada rule governance.

            Oleh karena itu, Painter menyebutnya bukannya reinventing government melainkan pemerintahan yang sudah dalam keadaan tertinggal (abandoning government), karena Osborn dan Gaebler sebenarnya telah menghapuskan atau setidak-tidaknya telah membelotkan nilai-nilai pemerintahan.Padahal kedua nilai tersebut (lama dan baru) bisa disatu padukan.

            Kritik yang lain, misalnya dari Pollitt (dalam Hughes, 1994) yang meragukan penerapan prinsip-prinsip entrepreneurship di sektor publik. Setidak-tidaknya ada dua hal yang melemahkan konsep tersebut dengan mengatakan :

            “ First, the provider/consumer transactions in the public services tend to be notably more complex than those faced by the costumer in a normal market; and second, public service consumers are never merely consumers, they are always citizens too, and they has a set of unique implications for the transactions”( Pertama, transaksi, provider/ konsumer dalam pelayanan publik cenderung berada pada sesuatu yang khusus dan lebih komplek daripada berhadapan dengan pelanggan di pasar yang normal;Kedua, pengguna pelayanan publik tidak hanya konsumer saja, mereka juga termasuk warga negara lain, dan mereka adalah bagian yang unik dari implikasi suatu transaksi).

            Sehubungan dengan itu, menurut Hughes (1994) diperlukan adanya repositioning dengan menyusun agenda kebijakan reformasi administrasi negara dengan mensinergikan orientasi rule governance dan goal governance. Hughes mengatakan : …..the best parts of the old model professionalism, impartiality, high ethical standards, the absence of corruption can be maintained, along with the improved performance a managerial model premises” (bagian terbaik dari model profesionalisme lama adalah sikap yang adil, standard etika yang tinggi, tingkat korupsi yang dapat dipantau, bersamaan dengan bentuk dasar pemikiran model manajerialnya).

            Memahami perdebatan persoalan tatanan dan pertikaian (order and conflict) seperti diatas, hingga kinipun para teoritisi sosiologi-politik sering membandingkannya dengan perdebatan hubungan antara struktur dengan tindakan.

             Berkenaan dengan persoalan ini, Sharrock dan Watson (1988) mengemukakan sebagai berikut : “What is the relationship between structure and agency? The two seem inimical: structure apparently means givenness, constraint, stability, whilst agency seemingly implies creativity, autonomy, fluidity. How, then, do structure and agency relate in society: is it primarily one or the other? Does emphasis on structure marginalize or eliminate agency, does emphasis on agency dispose of structure?”.

Tampaknya, hubungan antara struktur dengan tindakan cenderung digambarkan sebagai bersifat antagonistik.Struktur sering digambarkan sebagai suatu ketentuan, kekuatan penghambat, dan kestabilan.Sedangkan tindakan cenderung menampakkan daya cipta, otonomi, dan ketidak stabilan.Karena itu, penting untuk diajukan pertanyaan.
Aliran strukturalis (Marx, 1942; Dahrendorf, 1959), berpandangan bahwa kekuasaan (birokrasi) adalah sebagai fasilitas atau sumber sosial yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan bersama.
Fungsi sosial dari kekuasaan adalah untuk memelihara ketertiban dan keseimbangan dalam masyarakat.Kekuasaan sebagai atribut utama dalam sistem sosial berwujud kepemimpinan yang bertanggung jawab, tetapi juga berbentuk keputusan-keputusan yang mengikat bagi semua golongan masyarakat.Jadikekuasaan adalah sarana bagi tercapainya tujuan-tujuan masyarakat secara keseluruhan.Atas dasar itulah, menurut pandangan strukturalis, konsentrasi kekuasaan adalah syah selama masyarakat memang menghendakinya. Kritik terhadap hampiran ini adalah karena kaum strukturalis terlalu menitik beratkan pada struktur yang statis (statusquo) dengan mengabaikan proses perubahan sosial yang terjadi, serta ketidak mampuannya mengatasi konflik secara efektif ( Cohen, 1968; Gouldner, 1970; Abrahamson, 1978). Implikasi hampiran strukturalis ini terhadap fenomena birokrasi profesional menunjukkan bahwa perubahan tindakan birokrasi merupakan gerakan moral masyarakat yang menghendaki adanya suatu perubahan paradigma kinerja birokrasi.
Berbeda halnya dengan pandangan aliran struktural-konflik (Gramsci, Baran, Coser, dalam Turner, 1974) ; kelompok yang satu ini justru melihat tindakan birokrasi sebagai suatu fakta sosial yang banyak diwarnai oleh dominasi politik, eksploitasi sosial, dan perkembangan ekonomi. Dominasi politik ditandai dengan suasana paksaan (coercion) yang menimbulkan intimidasi, propaganda dan indoktrinasi.Dominasi sosial ditandai dengan supremasi golongan/ ras/ budaya yang menyebabkan suasana hegemoni.Sedangkan dominasi ekonomi ditandai oleh eksploitasi akibat ketimpangan distribusi alat produksi antara kepentingan kelas borjuasi dengan proletar. Implikasi pandangan aliran strukturalis konflik ini terhadap fenomena birokrasi profesional menunjukkan bahwa perubahan paradigma yang dilakukan oleh birokrasi justru akan menimbulkan konflik baru (new conflict) dalam tatanan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
Adapun menurut aliran strukturasi Giddens (dalam Baert, 1998) mencoba mencari hubungan antara struktur dan aktor.Kelompok strukturasionis ini tidak memandang struktur dan aktor atau agen sebagai dua hal yang dikotomis sehingga menghasilkan dualisme struktur; sebaliknya dua hal tersebut saling berhubungan secara dialektis dan kontinuum sehingga menghasilkan dualitas struktur. Aktor atau agen menurut pandangan aliran ini adalah partisipan yang aktif dalam meng konstruksi kehidupan sosial, setidak-tidaknya menjadi tuan atas nasibnya sendiri.

Setiap tindakan manusia selalu mempunyai tujuan. Ini berarti bahwa aktor secara rutin dan diam-diam memonitor apa yang sedang ia lakukan, sebagaimana reaksi orang terhadap tindakannya dan lingkungan dimana ia melakukan aktivitas tersebut. Sedangkan struktur, selain dapat membatasi aktivitas manusia (constraining) tetapi juga memberikan kebebasan bertindak (enabling) kepada manusia. Dualitas struktur melihat kekuasaan (birokrasi) sebagai simuka janus (the janus face of power) yang berfungsi sebagai alat analisis kehidupan sosial yang penting, terutama mengenai hubungan antara tindakan manusia dan struktur. Dualitas struktur menganalisis bagaimana tindakan-tindakan aktor sosial di produksi dan juga bagaimana struktur secara terus menerus di reproduksi dalam kegiatan-kegiatan si aktor sosial sepanjang waktu dan ruang yang sangat luas.
Teori strukturasi ini tidak luput dari kritik. Beberapa kritik yang sering dikemukakan terhadap aliran strukturasi antara lain :
 (a) masih sedikitnya bukti empirik yang bisa memperkuat validitas teori ini; Bukan aktor atau agen merubah struktur, tetapi justru struktur merubah aktor atau agen.
 (b) Giddens dipandang gagal menjelaskan fenomena konflik;
(c) diragukan keaslian, kedalaman, kejelasan analitik dan konsistensi internalnya (fallacy of perspectivism), karena berasal dari pinjaman berbagai teori lain;
(d) dan dicurigai karena pendirian politiknya cenderung mendukung statusquo.
Implikasi hampiran strukturasi ini terhadap fenomena birokrasi profesional diharapkan akan berdampak positif dalam upaya menciptakan kejelasan pembagian konsep ruang publik (public sphere) dan ruang pribadi (private sphere) dalam pembaharuan perubahan orientasi tindakan birokrasi.
Jawaban teoritis tersebut diatas sengaja penulis ajukan untuk memancing wacana dan emosi para pembaca apakah strategi manajemen birokrasi profesional masih dimungkinkan untuk dilaksanakan atau tidak di Negara Republik Indonesia ini? Jika ya, maka akan lahir putera-puteri bangsa yang terbaik dari yang terbaik (best for the best) seperti yang kita harapkan selama ini.
Dengan tanpa mengurangi rasa optimisme para pembaca penulis akan mengutip salah satu pernyataan dari Terence J. Johnson (1991) untuk bahan renungan dan instropeksi diri kita bersama. Beliau mengatakan sebagai berikut: Benarkah? Sangat boleh jadi,…… pada masa revolusi industri di Eropa, profesionalisme yang demikian itu sesuai dengan realitas. Tetapi menjadikan fenomena historis yang sangat konteksual ini sebagai suatu paradigma untuk masa kini nampaknya tidak lebih dari sebuah mitos.Profesionalisme sejati telah memudar, dan kaum professional seperti yang dapat kita saksikan telah bertingkah laku money-mindedness.Kemadirian mereka pun semakin terdesak oleh birokratisasi pelayanan dan oleh berbagai pengawasan.Betapa lembaga profesionalisme telah mengalami banyak kemerosotan peran dalam masyarakat.Demikian, kata Johnson.










BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Akhirnya penulis berkesimpulan bahwa untuk mengatasi persoalan kemunduran birokrasi dalam hal pelayanan publik sebagai solusi strateginya perlu memperhatikan beberapa hal, yakni:
1.      merubah persepsi dan paradigma birokrasi mengenai konsep pelayanan;
2.      adanya kebijakan publik yang lebih mengutamakan kepentingan publik dan pelayanan publik dibanding dengan kepentingan penguasa atau elit tertentu;
3.      unsur pemerintah, privat dan masyarakat harus merupakan all together yang sinergi;
4.      adanya peraturan daerah yang mampu menjelaskan mengenai standart minimal pelayanan publik dan sanksi yang diberikan bagi yang melanggarnya;
5.      adanya mekanisme pengawasan sosial yang jelas mengenai pelayanan publik antara birokrat dan masyarakat yang dilayani;
6.      adanya kepemimpinan yang kuat (strong leadership) dalam melaksanakan komitmen pelayanan publik;
7.      adanya upaya pembaharuan dibidang sistem administrasi publik (administrative reform);
8.      adanya upaya untuk memberdayakan masyarakat (empowerment) secara terus menerus dan demokratis, dst.
DAFTAR ISI

http://sabrinashetyeducation.blogspot.co.id/2013/04/pemilihan-penempatan-dan-orientasi.html
http://jokostpsahid.blogspot.co.id/2012/06/orientasi-dan-penempatan-kerja-karyawan.html
http://ridho-mnj.blogspot.co.id/2013/12/orientasi.html
Hani Handoko. 1987,. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua : Yogyakarta.
Mondy, R. Wayne. 2008,. Manajemen Sumber Daya Manusia, jilid 1 Edisi 10, PT. Gelora Aksara Pratama: Jakarta.
Sofyadi, Heman. 2008,. Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Graha Ilmu : Yogyakarta.
http://epsmanajemensdm.blogspot.com/2009/12/analisis-kebutuhan-pelatihan-training.html
http://dwinanmanurunp.blogspot.co.id/2016/06/orientasi-dan-penempatan-sdm.html




Komentar

  1. Kami telah mendengar banyak sekali cerita tentang pemberi pinjaman daring palsu yang akhirnya menipu orang-orang yang tidak bersalah dengan uang hasil jerih payah mereka semua dengan penyaluran pinjaman kepada mereka secara daring, mereka datang dengan segala macam tuduhan hanya untuk menipu orang yang tidak bersalah, tetapi kejahatan berkembang ketika baik terus bisu, thats mengapa di perusahaan pinjaman rossa stanley kami telah memutuskan untuk mengejar mereka dari sini dengan keluar dengan proses pinjaman nyata dan asli, di rossastanleyloancompany kami menawarkan pinjaman kecil dan berat untuk,
    Individu,
    Tubuh Corperate,
    Bank kecil,
    Kontraktor,
    Petani ,
    Siswa,
     Tidak peduli apa pun kebutuhan keuangan Anda, perusahaan pinjaman rossa stanley yang didukung oleh UNESCO di sini untuk mengembalikan kewarasan ke dunia pinjaman, untuk kebutuhan keuangan Anda, tidak peduli seberapa kecil atau besar yang menjangkau kami sekarang untuk tanggapan langsung atas

    Teks & Panggilan hanya +1213153118
    Whatsapp hanya +19145295708
    Email rossastanleyloancompany@gmail.com
    Kami memberikan pinjaman dengan bunga 2% standar


    Kami memiliki kesaksian di mana-mana tidak takut, kami keluar untuk membantu Anda dengan tantangan keuangan Anda menghubungi kami hari ini dan Anda akan senang Anda lakukan.

    BalasHapus
  2. Nama saya Bakti Novita, saya berasal dari Bekasi sebuah kota di Jawa Barat, Indonesia, yang terletak di perbatasan timur Jakarta di dalam wilayah metropolitan Jakarta, beberapa bulan yang lalu saya tersedot ke dalam situasi keuangan yang buruk dan saya membutuhkan pinjaman mendesak untuk membayar tagihan dan kembali ke keuangan saya secara finansial karena situasi keuangan saya saat ini sehingga bank saya menolak memberi saya pinjaman, dia pergi dengan opsi lain untuk mencari pinjaman tanpa jaminan secara online, saya adalah korban penipuan dalam proses penelitian saya , dan saya kehilangan hampir EUR 1500 dan saya dalam kesulitan dan saya hampir berharap untuk mendapatkan pinjaman sampai saya menemukan pos online, postingan itu dibagikan kesaksian oleh Ratu Jamillah dari Surabaya, yang menunjukkan bagaimana dia menerima pinjaman sebesar € 50.000 dari KREDIT UNION DAYA LESTARI / ISKANDAR PINJAMAN LESTARI. setelah membaca posting, saya memutuskan untuk menghubungi Ibu Iskandar melalui email yang dibagikan di pos, permintaan tanpa jaminan saya untuk pinjaman sebesar EUR 350.000 disetujui dalam waktu 72 jam dari permintaan saya dan pinjaman saya dibayarkan ke rekening bank saya tanpa kelalaian apa pun. Saya ingin menyampaikan penghargaan saya yang dalam dan saya juga merekomendasikan agar pemohon pinjaman sangat waspada karena ada banyak penipu yang tujuan utamanya adalah untuk mendorong peminjam yang tidak bersalah, jadi Anda harus berhati-hati dan waspada. bagi mereka yang membutuhkan pinjaman yang nyata dan dapat dipercaya sebagai penerima manfaat, saya merekomendasikan KREDIT UNION DAYA LESTARI / ISKANDAR LESTARI, Anda dapat menghubungi mereka melalui info kontak berikut.


    BBM INVITE: {D8980E0B}
    WhatsApp Only :: {33753893351}
    e-mail: {iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com}

    BalasHapus
  3. Halo, saya Ny. Sandra Ovia, pemberi pinjaman pribadi uang, apakah Anda berutang? Anda membutuhkan dorongan keuangan? pinjaman untuk membangun bisnis baru, untuk memenuhi tagihan Anda, memperluas bisnis Anda di tahun ini, renovasi rumah Anda dan kami juga memberikan pinjaman BITCOIN dengan suku bunga sangat rendah 2%. Anda dapat menghubungi kami melalui Email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)
    Anda dipersilakan ke perusahaan pinjaman kami dan kami akan memberikan yang terbaik dari layanan kami.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer